PEKANBARU, CEPASIA.ID- Pada tanggal 21 Maret 2025, Semangat reformasi kembali menggema di tanah Riau. Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas, termasuk Universitas Riau, Universitas Lancang Kuning, serta elemen masyarakat, turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi di depan DPRD Riau. Gelombang penolakan terhadap revisi UU TNI semakin membesar, menyuarakan kekhawatiran akan kembalinya bayang-bayang dwifungsi ABRI yang pernah membelenggu demokrasi Indonesia di masa Orde Baru.
Dalam aksi ini, Azmi Zandri, yang juga menjabat sebagai Presiden Mahasiswa STIE Riau dan Koordinator Daerah Riau BEM Seluruh Indonesia, turut hadir dan bersuara lantang. Ia menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa, melainkan panggilan hati nurani dan refleksi atas sejarah kelam masa lalu.
“Reformasi 1998 adalah puncak amarah rakyat terhadap dominasi militer dalam pemerintahan. Kita menolak keras revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali praktik yang telah kita kubur dua dekade lalu. Jangan biarkan sejarah kelam terulang,” tegasnya.
Reformasi Tak Boleh Mati
Sejarah mencatat, reformasi 1998 bukan sekadar pergolakan politik, melainkan perlawanan terhadap sistem yang mengangkangi hak-hak sipil. Salah satu tuntutan utama kala itu adalah pencabutan dwifungsi ABRI, yang selama Orde Baru menempatkan militer tidak hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai aktor utama dalam pemerintahan dan ekonomi.
Pada masa kejayaan dwifungsi ABRI, militer mengisi berbagai jabatan strategis, mulai dari pemerintahan, duta besar, perusahaan milik negara, hingga peradilan dan kabinet eksekutif. Akibatnya, ruang demokrasi menyempit, transparansi terkubur, dan suara rakyat dibungkam dengan kedok stabilitas nasional.
Dalam aksi ini, mahasiswa kembali mengingatkan bahwa reformasi belum tuntas. Enam tuntutan yang menjadi napas perjuangan gerakan 1998 yaitu penegakan supremasi hukum, pemberantasan KKN, pengadilan Soeharto dan kroninya, amandemen konstitusi, pencabutan dwifungsi ABRI, serta pemberian otonomi daerah harus terus dijaga.
Tolak Revisi UU TNI, Selamatkan Demokrasi
Revisi UU TNI yang kini bergulir di parlemen dinilai sebagai ancaman serius bagi demokrasi. Mahasiswa dan masyarakat menilai bahwa revisi ini dapat membuka kembali celah bagi militer untuk kembali berpolitik, menggerus supremasi sipil, dan menghidupkan kembali bayang-bayang otoritarianisme.
“Kita satu warna, satu persepsi, satu tujuan yakni menolak kembalinya otoritarianisme dalam bentuk apapun. Jangan sampai pencetus orba hidup kembali, reformasi harus abadi,” seru Azmi Zandri dalam orasinya.
Aksi ini bukan sekadar gerakan massa, tetapi suara nurani yang menggema untuk mengingatkan para penguasa bahwa sejarah tidak boleh berulang. Jika revisi ini tetap dipaksakan, mahasiswa dan rakyat siap turun kembali dalam gelombang perlawanan yang lebih besar.
“Jangan biarkan demokrasi dikhianati oleh tangan-tangan yang ingin mengulang masa kelam. Tolak revisi UU TNI karena reformasi harus abadi,” tutup Azmi.